Kesenian Daerah Banyumas.
Kesenian Tradisional Kabupaten Banyumas Jawa Tengah
Aksimudha
Aksimudha adalah kesenian bernafas islami yang tersaji dalam bentuk atraksi pencak silat yang dipadu dengan tari-tarian dengan iringan terbang/ genjring. Pertunjukkan aksimudha dilakukan oleh delapan penari pria. Aksimudha pernah berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas dan saat ini masih dapat ditemukan di wilayah Kecamatan Wangon.
Angguk
Angguk adalah kesenian bernafas islami yang tersaji dalam bentuk tari-tarian dengan iringan terbang/genjring. Pertunjukkan angguk dilakukan oleh delapan orang pria.
Aplang atau Dhaeng
Aplang atau dhaeng adalah kesenian bernafas islami serupa dengan angguk, pemainnya terdiri atas delapan penari wanita. Aplang masih berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas khususnya di wilayah Kecamatan Somagede.
Baritan
Baritan adalah upacara kesuburan dengan menggunakan kesenian sebagai media utamanya. Hingga saat ini ada dua macam baritan yaitu baritan yang digunakan untuk tujuan memanggil hujan dan baritan untuk keselamatan ternak. Untuk memangil hujan biasanya digunakan berbagai macam kesenian yang ada seperti Iengger, buncis, atau ebeg. Adapun baritan untuk keselamatan ternak biasanya menggunakan Iengger sebagai media upacara. Baritan biasanya dilaksanakan pada mangsa Kapat (sekitar bulan September). Baritan untuk memanggil hujan berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas, sedangkan baritan masih berkembang di wilayah Kecamatan Ajibarang.
Begalan
Begalan adalah seni tutur tradisional yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan. Begalan menggambarkan peristiwa perampokan terhadap barang bawaan dari besan (pihak mempelai pria) oleh seorang begal (perampok). Dalam falsafah orang Banyumas, yang dibegal (dirampok) bukanlah harta benda, melainkan bajang sawane kaki penganten nini penganten (segala macam kendala yang mungkin terjadi dalam kehidupan berumah tangga pada mempelai berdua).
Begalan dilakukan oleh dua orang pria dewasa yang merupakan sedulur pancer lanang (saudara garis laki-laki) dari pihak mempelai pria. Kedua pemain begalan menari di depan kedua mempelai dengan membawa properti yang disebut brenong kepang. Properti tersebut terdiri atas alat-alat dapur yang diberi makna simbolis yang berisi falsafah Jawa dan berguna bagi kedua mempelai yang akan menempuh hidup baru mengarungi kehidupan berumah tangga. Dalam pementasannya, kedua pemain begalan menari dengan diiringi gendhing-gendhing Banyumasan yang disajikan dengan menggunakan perangkat gamelan. Hingga saat ini begalan masih tumbuh subur di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.
Bongkel
Bongkel adalah musik tradisional mirip angklung, hanya terdiri atas satu buah instrumen dengan empat buah bilah berlaras slendro dengan nada 2 (ro), 3 (1u), 5 (ma) dan 6 (nem). Dalam penyajiannya, bongkel memiliki gendhing-gendhing khusus. Bongkel hanyatumbuh dan berkembang di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati.
Buncis
Buncis adalah perpaduan antara musik dan tail yang dibawakan oleh delapan penari pria. Dalam pertunjukkannya, pemain buncis menari sambil bermain musik dan vokal dengan membawa alat musik angklung. Buncis merupakan kesenian khas desa Tanggeran, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas.
Calung
Calung adalah musik tradisional dengan perangkat mirip gamelan terbuat dari bambu wulung. Musik calung hidup di komunitas masyarakat pedesaan di wilayah sebaran budaya Banyumas. Menurut masyarakat setempat, kata "calung" merupakan jarwo dhosok (dua kata yang digabung menjadi kata bentukan baru) yang berarti carang pring wulung (pucuk bambu wulung) atau dicacah melung-melung (dipukul bersuaranyaring).
Spesifikasi musik calung adalah bentuk musik minimal, yaitu dengan perangkat yang sederhana (minimal), namun mampu menghasilkan aransemen musikal yang lengkap. Perangkat musik calung teridiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendhang. Perangkat musik ini berlaras slendro dengan nada-nada I (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem).
Dalam penyajiannya, calung menyajikan gendhing-gendhing gaya Banyumas, Surakarta, Yogyakarta, Sunda, dan lagu-lagu pop yang diaransir ulang. Calung tumbuh subur di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.
Cowongan
Cowongan adalah upacara minta hujan dengan menggunakan properti berupa siwur atau irus yang dihias menyerupai seorang putri. Pelaku cowongan terdiri atas wanita yang tengah dalam keadaan suci (tidak sedang haid, nifas, atau habis melakukan hubungan seksual). Dengan menyanyikan tembang-tembang tertentu yang sesungguhnya merupakan doa-doa itu. Cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir masa kapat (hitungan masa dalam kalender Jawa) atau sekitar bulan September.
Aksimudha adalah kesenian bernafas islami yang tersaji dalam bentuk atraksi pencak silat yang dipadu dengan tari-tarian dengan iringan terbang/ genjring. Pertunjukkan aksimudha dilakukan oleh delapan penari pria. Aksimudha pernah berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas dan saat ini masih dapat ditemukan di wilayah Kecamatan Wangon.
Angguk
Angguk adalah kesenian bernafas islami yang tersaji dalam bentuk tari-tarian dengan iringan terbang/genjring. Pertunjukkan angguk dilakukan oleh delapan orang pria.
Aplang atau Dhaeng
Aplang atau dhaeng adalah kesenian bernafas islami serupa dengan angguk, pemainnya terdiri atas delapan penari wanita. Aplang masih berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas khususnya di wilayah Kecamatan Somagede.
Baritan
Baritan adalah upacara kesuburan dengan menggunakan kesenian sebagai media utamanya. Hingga saat ini ada dua macam baritan yaitu baritan yang digunakan untuk tujuan memanggil hujan dan baritan untuk keselamatan ternak. Untuk memangil hujan biasanya digunakan berbagai macam kesenian yang ada seperti Iengger, buncis, atau ebeg. Adapun baritan untuk keselamatan ternak biasanya menggunakan Iengger sebagai media upacara. Baritan biasanya dilaksanakan pada mangsa Kapat (sekitar bulan September). Baritan untuk memanggil hujan berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas, sedangkan baritan masih berkembang di wilayah Kecamatan Ajibarang.
Begalan
Begalan adalah seni tutur tradisional yang digunakan sebagai sarana upacara pernikahan. Begalan menggambarkan peristiwa perampokan terhadap barang bawaan dari besan (pihak mempelai pria) oleh seorang begal (perampok). Dalam falsafah orang Banyumas, yang dibegal (dirampok) bukanlah harta benda, melainkan bajang sawane kaki penganten nini penganten (segala macam kendala yang mungkin terjadi dalam kehidupan berumah tangga pada mempelai berdua).
Begalan dilakukan oleh dua orang pria dewasa yang merupakan sedulur pancer lanang (saudara garis laki-laki) dari pihak mempelai pria. Kedua pemain begalan menari di depan kedua mempelai dengan membawa properti yang disebut brenong kepang. Properti tersebut terdiri atas alat-alat dapur yang diberi makna simbolis yang berisi falsafah Jawa dan berguna bagi kedua mempelai yang akan menempuh hidup baru mengarungi kehidupan berumah tangga. Dalam pementasannya, kedua pemain begalan menari dengan diiringi gendhing-gendhing Banyumasan yang disajikan dengan menggunakan perangkat gamelan. Hingga saat ini begalan masih tumbuh subur di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.
Bongkel
Bongkel adalah musik tradisional mirip angklung, hanya terdiri atas satu buah instrumen dengan empat buah bilah berlaras slendro dengan nada 2 (ro), 3 (1u), 5 (ma) dan 6 (nem). Dalam penyajiannya, bongkel memiliki gendhing-gendhing khusus. Bongkel hanyatumbuh dan berkembang di Desa Gerduren, Kecamatan Purwojati.
Buncis
Buncis adalah perpaduan antara musik dan tail yang dibawakan oleh delapan penari pria. Dalam pertunjukkannya, pemain buncis menari sambil bermain musik dan vokal dengan membawa alat musik angklung. Buncis merupakan kesenian khas desa Tanggeran, kecamatan Somagede, kabupaten Banyumas.
Calung
Calung adalah musik tradisional dengan perangkat mirip gamelan terbuat dari bambu wulung. Musik calung hidup di komunitas masyarakat pedesaan di wilayah sebaran budaya Banyumas. Menurut masyarakat setempat, kata "calung" merupakan jarwo dhosok (dua kata yang digabung menjadi kata bentukan baru) yang berarti carang pring wulung (pucuk bambu wulung) atau dicacah melung-melung (dipukul bersuaranyaring).
Spesifikasi musik calung adalah bentuk musik minimal, yaitu dengan perangkat yang sederhana (minimal), namun mampu menghasilkan aransemen musikal yang lengkap. Perangkat musik calung teridiri atas gambang barung, gambang penerus, dhendhem, kenong, gong dan kendhang. Perangkat musik ini berlaras slendro dengan nada-nada I (ji), 2 (ro), 3 (lu), 5 (ma) dan 6 (nem).
Dalam penyajiannya, calung menyajikan gendhing-gendhing gaya Banyumas, Surakarta, Yogyakarta, Sunda, dan lagu-lagu pop yang diaransir ulang. Calung tumbuh subur di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.
Cowongan
Cowongan adalah upacara minta hujan dengan menggunakan properti berupa siwur atau irus yang dihias menyerupai seorang putri. Pelaku cowongan terdiri atas wanita yang tengah dalam keadaan suci (tidak sedang haid, nifas, atau habis melakukan hubungan seksual). Dengan menyanyikan tembang-tembang tertentu yang sesungguhnya merupakan doa-doa itu. Cowongan dilaksanakan hanya pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ritual ini dilaksanakan mulai pada akhir masa kapat (hitungan masa dalam kalender Jawa) atau sekitar bulan September.
Pelaksanaannya pada tiap malam jumat dimulai pada malam jumat kliwon. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, cowongan dilakukan dalam hitungan ganjil misalnya I kali, 3 kali, 5 kali atau 7 kali. Apabila sekali dilaksanakan cowongan belum turun hujan maka dilaksanakan 3 kali. Jika dilaksanakan 3 kali belum turun hujan maka dilaksanakan sebanyak 5 kali demikian seterusnya hingga turun hujan. Cowongan hingga saat ini masih dapat dijumpai di desa Plana, Kecamatan Somagede.
Ebeg
Di Banyumas kesenian kuda lumping lebih dikenal dengan sebutan "Ebeg". Tarian ebeg ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu yang diiringi dengan alat musik gamelan dan dipimpin oleh seorang "Penimbul" atau dalang ebeg. Pada puncak aktifitasnya para penari akan kesurupan sambil makan bunga, pecahan kaca, dan biji padi sambil dicambuk oleh sang Penimbul. Dan para penari akan sadar kembali setelah dibacakan mantra oleh Penimbul atau dalang ebeg tadi.
Gumbeng
Gumbeng adalah permainan rakyat yang terdiri atas potongan ruas bambu yang dilaras dengan nada-nada tertentu, diletakkan di atas kaki yang sengaja di julurkan ke depan dalam posisi duduk. Gumbeng masih berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.
Kaster
Kaster adalah musik tradisional dengan alat musik berupa siter, gong bumbung dan kendhang kotak sabun (terbuat dart kotak kayu sebagai resonator dengan sumber bunyi berupa tali !caret yang diikatkan di kedua sisi kotak). Dalam pertunjukannya disajikan gendhing-gendhing gaya Surakarta Yogyakarta dan gaya Banyumas. Kaster masih berkembang di kecamatan Purwojati.
Ujungan
Ritual tradisional minta hujan dengan cara adu manusia. Ujungan merupakan adu manusia dengan properti berupa sebatang rotan. Pelaku ujungan adalah laki-laki dewasa yang memiliki kekuatan untuk menahan benturan pukulan lawan. Sebelum beradu pukul, pemain ujungan menari-nari dengan iringan tepuk dan sorak-sorai penonton. Ritual ini hanya dilaksanakan pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ujungan dilaksanakan pada akhir mangsa kapat (pranata mangsa Jawa) atau sekitar bulan September. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, ujungan dilakukan dalam hitungan ganjil, misalnya I kali, 3 kali, 5 kali atau 7 kali.
Apabila sekali dilaksanakan ujungan belum turun hujan, maka dilaksanakan 3 kali. Jika dilaksanakan 3 kali belum turun hujan maka dilaksanakan sebanyak 5 kali. Demikian seterusnya hingga turun hujan. Hinggasaat ini ujungan masih berkembang di kecamatan Somagede.
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Wayang kulit gagrag Banyumasan adalah jenis pertunjukkan wayang kulit yang bernafas Banyumas. Lakon-lakon yang disajikan dalam pementasan tidak berbeda dengan wayang kulit purwo, yaitu bersumber dari kitab mahabarata dan Ramayana. Spesifikasi wayang kulit gagrag Banyumasan adalah terletak pada tehnik pembawaannya yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat setempat yang memiliki pola kehidupan pola tradisional agraris. Spesifikasi tersebut dapat dilihat pada berbagai sisi seperti sulukan, tokoh-tokoh tertentu yang merupakan lokal genius lokal Banyumasan, sanggit cerita, iringan dan lain-lain.
Ebeg
Di Banyumas kesenian kuda lumping lebih dikenal dengan sebutan "Ebeg". Tarian ebeg ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari anyaman bambu yang diiringi dengan alat musik gamelan dan dipimpin oleh seorang "Penimbul" atau dalang ebeg. Pada puncak aktifitasnya para penari akan kesurupan sambil makan bunga, pecahan kaca, dan biji padi sambil dicambuk oleh sang Penimbul. Dan para penari akan sadar kembali setelah dibacakan mantra oleh Penimbul atau dalang ebeg tadi.
Gumbeng
Gumbeng adalah permainan rakyat yang terdiri atas potongan ruas bambu yang dilaras dengan nada-nada tertentu, diletakkan di atas kaki yang sengaja di julurkan ke depan dalam posisi duduk. Gumbeng masih berkembang di seluruh wilayah Kabupaten Banyumas.
Kaster
Kaster adalah musik tradisional dengan alat musik berupa siter, gong bumbung dan kendhang kotak sabun (terbuat dart kotak kayu sebagai resonator dengan sumber bunyi berupa tali !caret yang diikatkan di kedua sisi kotak). Dalam pertunjukannya disajikan gendhing-gendhing gaya Surakarta Yogyakarta dan gaya Banyumas. Kaster masih berkembang di kecamatan Purwojati.
Ujungan
Ritual tradisional minta hujan dengan cara adu manusia. Ujungan merupakan adu manusia dengan properti berupa sebatang rotan. Pelaku ujungan adalah laki-laki dewasa yang memiliki kekuatan untuk menahan benturan pukulan lawan. Sebelum beradu pukul, pemain ujungan menari-nari dengan iringan tepuk dan sorak-sorai penonton. Ritual ini hanya dilaksanakan pada saat terjadi kemarau panjang. Biasanya ujungan dilaksanakan pada akhir mangsa kapat (pranata mangsa Jawa) atau sekitar bulan September. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, ujungan dilakukan dalam hitungan ganjil, misalnya I kali, 3 kali, 5 kali atau 7 kali.
Apabila sekali dilaksanakan ujungan belum turun hujan, maka dilaksanakan 3 kali. Jika dilaksanakan 3 kali belum turun hujan maka dilaksanakan sebanyak 5 kali. Demikian seterusnya hingga turun hujan. Hinggasaat ini ujungan masih berkembang di kecamatan Somagede.
Wayang Kulit Gagrag Banyumasan
Wayang kulit gagrag Banyumasan adalah jenis pertunjukkan wayang kulit yang bernafas Banyumas. Lakon-lakon yang disajikan dalam pementasan tidak berbeda dengan wayang kulit purwo, yaitu bersumber dari kitab mahabarata dan Ramayana. Spesifikasi wayang kulit gagrag Banyumasan adalah terletak pada tehnik pembawaannya yang sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya masyarakat setempat yang memiliki pola kehidupan pola tradisional agraris. Spesifikasi tersebut dapat dilihat pada berbagai sisi seperti sulukan, tokoh-tokoh tertentu yang merupakan lokal genius lokal Banyumasan, sanggit cerita, iringan dan lain-lain.
Wayang kulit gagrag Banyumasan memiliki dua versi yang berbeda, yaitu gagrag kidul gunung dan gaggrag lor gunung. Wayang kulit gagrag lor gunung adalah wayang kulit gagrag Banyumasan yang berkembang di sebelah selatan pegunungan kendeng. Adapun gagrag lorgunung adalah wayang kulit gagrag Banyumasan yang berkembang di sebelah Utara pegunungan kendeng. Wayang kulit gagrag Banyumasan masih tumbuh subur di seluruh wilayah kabupaten Banyumas.
Dikutip dari http://wisatadanbudaya.blogspot.com