Gunung Lawu.

BAGI masyarakat Jawa, khususnya yang bermukim di sekitar Gunung Lawu, percaya bahwa gunung berapi ini menyimpan "seribu misteri". Gunung dengan tinggi 3.265 meter dpl, sejak zaman negeri diperintah para raja sampai saat ini, tetap menjadi kiblat budaya dan inspirasi hidup masyarakat di sekitarnya.

Kawasan gunung ini, yang menjadi binaan Perhutani, luasnya sekitar 400 km2. Cerita tentang Gunung Lawu seringkali terkait dengan dunia gaib. Dari mulai puncak gunung sampai ke kaki gunung, tersebar sejumlah objek pariwisata yang menarik. Mulai dari wisata alam, wisata budaya, wisata sejarah, sampai ke wisata religi, tersedia di sana. Maka tak salah jika Pemerintah Kabupaten Karanganyar telah memilih sektor pariwisata menjadi salah satu asset daerahnya. Slogan pembangunan kabupaten paling timur di Jawa Tengah ini adalah Intanpari, singkatan dari Industri, Pertanian, dan Pariwisata. Itulah tiga asset utama Kabupaten Karanganyar.
Secara umum objek pariwisata yang ada di kawasan Gunung Lawu adalah sebagai berikut:



1. Wisata sejarah.
Wisata ini berhubungan dengan sejarah Majapahit periode akhir. Situsnya berada di puncak, di lereng, dan di kaki Gunung Lawu. Di puncak wujudnya tumpukan batu-batu persegi bekas pondasi bangunan kuno, di lereng terdapat sejumlah kawah dan sumur tua, di kaki gunung ada Candhi Cetho dan Candhi Sukuh.

2. Wisata alam.
Wisata ini berkaitan dengan potensi alamnya. Fauna dan flora di kawasan hutan Lawu, terus dijaga keberadaannya. Gerombolan monyet salah satu daya tarik tersendiri. Populasi monyet di hutan ini pernah berkembang pesat. Kawanan kera sering menyerbu ke bawah dan melahap sejumlah hasil pertanian. Akibatnya populasi kera di kawasan ini harus dibatasi sampai pada tingkat aman bagi penghidupan penduduk. Gerojogan Sewu atau Air Terjun Seribu dan Taman Kanak-Kanak menjadi pusat kunjungan para pelancong. Di lembah Lawu, juga ada tujuh sumber air, terletak di dalam satu kompleks. Uniknya, jenis air di tujuh sumber tersebut berbeda satu sama lain. Misalnya ada sumber air asin, ada sumber air soda, dan sebagainya. Objek wisata alam ini disebut Sapta Tirta (Tujuh Air). Lokasinya di desa Pablengan, dari kata bleng, maknanya air asin. Maka pablengan artinya tempat sumber air asin. Penduduk sekitar banyak mengambil air asin ini untuk dijadikan pengasin karak, sejenis kerupuk yang dibuat dari beras atau nasi. Tempat camping, banyak di lereng Lawu.

3. Wisata Budaya.
Masyarakat yang tinggal di kaki Gunung Lawu masih banyak yang memeluk agama nenek moyang mereka. Agama mereka ada yang disebut Jawa-Hindu. Ada pula yang menyebut Hindu-Budha, agama peninggalan Kerajaan Majapahit akhir. Hampir 35 sekali, atau sepasar, menurut hitungan kalender Jawa, masyarakat di kaki Gunung Lawu melaksanakan tradisi bersih desa. Tadisi bersih desa sering dijadikan objek wisata budaya. Upacara tersebut selalu ditutup dengan hiburan, berupa musik gamelan, pertunjukan tari, reog, atau berupa pagelaran wayang kulit semalam suntuk. Itulah tradisi budaya mereka yang masih dipertahankan sampai sekarang. Upacara adat tersebut biasanya diakhiri dengan persembahan sesaji ke makam pendiri desa mereka.

4. Wisata Spiritual.
Terletak dipuncak gunung. Di lokasi ini ada semacam tanah lapang. Di sana sini tersebar tumpukan batu berbentuk persegi, atau persegi panjang. Situs ini dipercayai sebagai bekas pertahanan terakhir Raja Majapahit. Di sini pula raja wafat. Namun kuburnya tidak ada yang tahu. Konon jasadnya hilang tanpa bekas. Di tempat ini, bagi mereka yang percaya, biasanya digunakan untuk mencari berkah. Sejak zaman dulu hingga sekarang di puncak gunung ini dipercayai memiliki sumber kekuatan supernarural. Jika malam tiba, biasanya orang bisa mendengar suara-suara gaduh. Itulah yang dikenal sebagai pasar setan.

5. Wisata Purbakala.
Terletak di Desa Sangiran, masuk Kabupaten Sragen, yang sebagian wilayahanya bagian dari kawasan Gunung Lawu. Di Sangiran terdapat Museum Arkeologi. Di museum ini orang bisa melihat diorama makhluk kera yang berjalan tegak. Makhluk tersebut diperkirakan sebagai perkembangan jenis kera yang terakhir. Selain bisa berjalan tegak, jenis kera ini sudah bisa berpikir. Misalnya sudah mampu memanfaatkan api sebagai pembakar hewan buruannya. Nama Museum Arkeologi Sangiran, bagi para ilmuwan, sudah mendunia.

6. Wisata Budaya Jawa.
Budaya Jawa versi Kraton Surakarta Hadiningrat banyak sekali dijumpai di Kota Solo. Di Kota Bengawan ini ada Kraton Surakarta Hadiniugrat dan Pura Mangkunegaran. Keduanya mempunyai museum seni budaya Jawa. Dari kedua museum tersebut banyak menyimpan kekayaan rohani, sastra, dan filsafat, tersimpan dalam ribuan buku-buku kuno. Kota ini gudangnya seniman dan budayawan. Didukung oleh Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) dan Fakultas Sastra Daerah dan Seni Rupa UNS. Juga ada Sekolah Karawitan, yang telah mencetak ribuan seniman dan budayawan. Pasar Klewer, pusat batik di kota Solo, sudah kondang sejak puluhan tahun lalu. Objek wisata banyak ditemui di kota kuno ini. Yang paling anyar adalah naik Sepur Kluthuk Jaladara, yang lewat tengah kota, dan ditarik lokomotif bertenaga uap air. Untuk menghasilkan uap air, harus menggunakan kayu bakar. Itulah lokomotif kuno yang dipinjam dari Museum Kereta Api di kota kecil Ambarawa.

Bila mau menambah objek wisata yang lain, bisa saja. Misalnya:

* Wisata Ziarah Makam. Di Kabupaten Karanganyar, Kecamatan Matesih, ada dua makam terkenal, yaitu Mangadeg, makam para raja Surakarta Hadiningrat beserta keturunannya dan Makam mantan Presiden RI ke-2, HM Soeharto. Nama makam Giri Bangun, tidak jauh dari makam Mangadeg. Sampai saat ini, kedua makam tersebut, sering dikunjungi orang. Sering pula para pengunjung bermalam di Giribangun. Para peziarah tidak hanya datang dari sekitar Solo, tetapi ada yang datang dari jauh, dari luar Jawa, dan luar negeri. Setiap hari libur, jumlah pengunjung di Makam HM Soeharto cukup banyak. Itu adalah fakta. Bahwa ternyata budaya Hindu sedikit banyak masih mewarnai way of life bangsa Indonesia, terutama suku Jawa.

Dikutip dari www.khatulistiwa.info
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url