Ritual Suku Dayak Kanayant
Naik Dango Suku Dayak Kanayant Saat Panen Usai
Tanpa alas kaki, penari menggoyangkan tubuhnya dengan indah. Dua angan direntangkan, kemudian jemarinya bergerak memutar dengan entik. Seorang penari pria di barisan depan rombongan penari, mengayunkan Mandau ke depan. Dengan mata menatap tajam, tiba-tiba ia
meloncat dan berteriak "huih" dengan nyaring.
Tarian yang disuguhkan oleh rombongan penari dari 23 Kecamatan di wilayah Kabupaten Pontianak, menjadi daya tarik pengunjung upacara adat Naik Dango ke-26. Mata mereka tak melepaskan sedikitpun gerakan para penari. Sesekali, pengunjung bertepuk tangan dan bergumam "wow" dengan pelan.
Adanya Naik Dango membuat Desa Sadaniang yang semula sepi menjadi ramai. Meski berjarak sekitar 87 kilometer dari Pontianak, acara Naik Dango tersebut mampu menyedot ramai pengunjung yang berasal dari kampung atau kecamatan lain. Panas terik tak menyurutkan langkah pengunjung menapaki jalan tanah merah untuk ikut serta dalam prosesi adat Naik Dango yang sudah menjadi agenda tahunan.
Naik Dango sendiri merupakan upacara adat yang dilakukan oleh Suku Dayak Kanayant yang ada di Kalimantan Barat. Upacara adat ini adalah ucapan syukur kepada Sang Pencipta, atas berkat melimpah yang diberikan. Hasil panen tersebut biasanya disimpan di dango (lumbung) padi, yang sebelumnya didoakan oleh panyangahant (juru doa).
Biasanya, usai menyimpan padi dalam dango yang merupakan padi pilihan untuk dipersiapkan sebagai bibit, suku Dayak akan berpesta. Pesta ini dinamakan makant nasi barahu (makan nasi baru). Setiap rumah akan menyuguhkan makanan hasil panen untuk setiap tamu yang datang. Ini merupakan wujud rasa syukur atas panen dan berbagi rezeki untuk dinikmati bersama.
Naik dango dilaksanakan setiap 27 April. Pelaksanaannya tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak yang ada di kampung-kampung. Namun juga, mereka yang ada di kota dengan jadwal yang berbeda. Penduduk Kota Pontianak dari Suku Dayak melaksanakan naik dango berupa Pekan Gawai. Acara ini dilaksanakan setiap Mei, di Betang Jl. Sutoyo Pontianak.
Sumber:http://www.talinews.com
Bunyi gong yang ditabuh terdengar dari speaker di sisi kiri dan kanan betang (rumah panjang) Suku Dayak yang berada di atas bukit Desa Sadaniang, Kecamatan Sadaniang, Kabupaten Pontianak. Dari bawah panggung betang bagian kanan, keluar para penari yang mengenakan baju adat Suku Dayak lengkap dengan atributnya, mengikuti irama gong.
Tanpa alas kaki, penari menggoyangkan tubuhnya dengan indah. Dua angan direntangkan, kemudian jemarinya bergerak memutar dengan entik. Seorang penari pria di barisan depan rombongan penari, mengayunkan Mandau ke depan. Dengan mata menatap tajam, tiba-tiba ia
meloncat dan berteriak "huih" dengan nyaring.
Tarian yang disuguhkan oleh rombongan penari dari 23 Kecamatan di wilayah Kabupaten Pontianak, menjadi daya tarik pengunjung upacara adat Naik Dango ke-26. Mata mereka tak melepaskan sedikitpun gerakan para penari. Sesekali, pengunjung bertepuk tangan dan bergumam "wow" dengan pelan.
Adanya Naik Dango membuat Desa Sadaniang yang semula sepi menjadi ramai. Meski berjarak sekitar 87 kilometer dari Pontianak, acara Naik Dango tersebut mampu menyedot ramai pengunjung yang berasal dari kampung atau kecamatan lain. Panas terik tak menyurutkan langkah pengunjung menapaki jalan tanah merah untuk ikut serta dalam prosesi adat Naik Dango yang sudah menjadi agenda tahunan.
Naik Dango sendiri merupakan upacara adat yang dilakukan oleh Suku Dayak Kanayant yang ada di Kalimantan Barat. Upacara adat ini adalah ucapan syukur kepada Sang Pencipta, atas berkat melimpah yang diberikan. Hasil panen tersebut biasanya disimpan di dango (lumbung) padi, yang sebelumnya didoakan oleh panyangahant (juru doa).
Biasanya, usai menyimpan padi dalam dango yang merupakan padi pilihan untuk dipersiapkan sebagai bibit, suku Dayak akan berpesta. Pesta ini dinamakan makant nasi barahu (makan nasi baru). Setiap rumah akan menyuguhkan makanan hasil panen untuk setiap tamu yang datang. Ini merupakan wujud rasa syukur atas panen dan berbagi rezeki untuk dinikmati bersama.
Naik dango dilaksanakan setiap 27 April. Pelaksanaannya tidak hanya dilakukan oleh masyarakat Suku Dayak yang ada di kampung-kampung. Namun juga, mereka yang ada di kota dengan jadwal yang berbeda. Penduduk Kota Pontianak dari Suku Dayak melaksanakan naik dango berupa Pekan Gawai. Acara ini dilaksanakan setiap Mei, di Betang Jl. Sutoyo Pontianak.
Sumber:http://www.talinews.com